"Aku tidak akan mempercayai kalian semua lagi!" pekiknya di ambang pintu. Ia tampak marah sekali kepada murid-murid kelas 9. Ia langsung menuju ke arah meja mengambil beberapa bukunya yang tertinggal. Sekejap aku melihat ia menatap kami dengan kejam, kemudian ia langsung keluar kelas. Suasana ribut menjadi hening seketika.
Siang itu kami lewati dengan rasa tidak tenang. Tadinya sih tidak, tapi Arney membuat ulah dan kami semua kena getahnya. Mrs. Purplewind meninggalkan kelas sebentar untuk menyelesaikan masalahnya. Saat itu juga kami sedang kerja kelompok, membentuk sebuah paragraf--yang aku lupa tentang apa itu--dalam pelajaran Bahasa Inggris. Selama itu, Arnold--yang biasa kami panggil Arney--membuka buku nilai milik Mrs. Purplewind.
Aku sungguh tidak mengetahui hal tersebut. Aku benar-benar menyesal karena baru mengetahui saat Mrs. Purplewind berdiri di ambang pintu dengan raut muka yang tidak menyenangkan. Ternyata Arney mencoba mengubah nilainya dalam buku nilai Mrs. Purplewind. Dan sekarang dunia yang sebenarnya akan dimulai.
Sekarang Mrs. Purplewind sudah melipat tangannya di dada. Ia menatap kami semua dengan sangat tajam. Sesekali ia mengarah pada sang ketua kelas, Beebley.
"Sekarang aku tidak bisa mempercayai kalian semua lagi!" ucapnya kemudian. "Aku pikir hanya kelas kalian yang mudah diatur, di mana aku bisa melewati hari-hari yang santai tanpa perlu memarahi seseorang. Aku pikir kelas kalianlah yang paling bisa kupercaya. Sekarang, lihat ini!" bentaknya sambil menunjuk ke arah buku nilainya yang sedang ia pegang dengan erat. Keringat mengucur, tampak penyesalan dari matanya yang tidak terlindungi oleh kacamata mungilnya yang ia sisipkan di kantung baju sebelah kanannya. Matanya merah--Oh tidak, ia menangis! Sepertinya aku melihat air mata menggenang di pelupuk matanya. Tapi ia tidak memerdulikannya. Sekali lagi ia membentak kami, dan akhirnya meninggalkan kami di kelas dengan tugas menggantung.
Semua diam sampai Paulina bangkit dari tempat duduknya. Ia menatap sinis pada Arney yang duduk di sampingnya.
"Arney, berapa lama kau harus berbuat hal-hal seperti ini!?" pekiknya dengan suara melengking. Semua pun mengikuti.
"Arney, kau murid tak tahu diri!"
"Arney, kurang ajar kau!"
"Cepat kembalikan Mrs. Purplewind agar dia kembali ke kelas!"
"Hei, sebaiknya kita semua minta maaf pada Mrs. Purplewind."
Semua menoleh ke arah Samantha. "Ada apa?" tanyanya dengan tampang kebingungan.
"Ya, sebaiknya kita memang harus minta maaf," ujar Rainlee.
"Ayo, kita rame-rame minta maaf," ajak Talitha.
"Sebaiknya tidak usah," ujarku. "Kita tidak begitu mengerti pikiran Mrs. Purplewind. Kalau ia memang menginginkan maaf dari kita, ya kita beruntung. Tapi kalau dia semakin marah dan kesal karena kalian minta maaf, yaa aku tidak menanggungnya."
"Apa maksudmu, Arthur?" tanya Talitha.
"Begini, bisa saja dia tidak menerima maaf kalian karena ia merasa kalian tidak melakukan kesalahan apapun. Kalau kutebak, mungkin ia malah akan mengatakan, 'Ngapain kalian repot-repot minta maaf? Yang bersalah saja cuek dengan kesalahannya.' Bagaimana?" jawabku sambil mengangkat tangan meminta jawaban mereka.
"Iya juga," kata Paulina.
"Tapi... sebaiknya kita minta maaf aja. Namanya juga usaha," ujar Samantha meyakinkan.
"Aku ikutan dong," sahut McRand dari belakangku.
"Ayo kita minta maaf.."
Tapi sepertinya, kalau melihat sikap Mrs. Purplewind yang seperti itu, aku yakin responnya 90% seperti yang kukatakan. Aku malas meminta maaf, karena aku tak merasa bersalah sama sekali. Jadi, biarkan saja kita terbawa arus ini sampai jatuh ke dalam jurang air terjun.
Beberapa bulan kemudian, saat Mrs. Purplewind masuk ke dalam kelasku, ia mengingatkan kami tentang berbagai hal pada pelajaran Bahasa Inggris. Kemudian, ia teringat sesuatu. Kemudian ia mengatakan tentang seseorang, yaitu Samantha dan McRand yang meminta maaf padanya, bahwa ia benar-benar tidak membutuhkan permintaan maaf mereka. Ia menjelaskan kepada kami, bahwa yang bersalah saja cuek pada kesalahannya--pada saat itu ia menoleh ke arah Arney, dan berbagai macam hal seperti itu yang pernah aku katakan beberapa bulan sebelumnya pada teman-temanku.
"Seperti yang aku duga," ucapku pada Paulina.
"Ya, kali ini kau benar, Arthur."
Siang itu pun kami mulai lagi dengan canda dan tawa bersama Mrs. Purplewind--yang tentu saja, sudah memaafkan semua kesalahan yang diperbuat Arney.
(diambil dari kisah nyata. Tokoh, waktu, dan tempat diubah)
- A.A.M.R
Saturday, January 8, 2011
She Knew Herself
Tags:
A.A.M.R,
Cerpen,
LOVE Bahasa ♥,
School Times
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 opinions, critics, and solutions:
Post a Comment