Siang semua, kembali ke postingan saya yang kedua dalam hari ini, di mana saya memikirkan nilai-nilai saya nanti untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan yang sangat saya harapkan untuk diterima di sekolah favorit di kota tercinta, SMANSA Batam.
Hari ini, tiba-tiba saja beberapa waktu yang lalu terbesit di benak saya untuk menyampaikan pendapat penting saya yang harus dua kali dipikirkan oleh para pemerintah yang mengatur jalannya sistem pendidikan di Indonesia.
Sejenak terpikir oleh saya, dan pemikiran ini memang benar-benar harus dibaca, karena menurut saya sangat masuk di akal. Bagaimana? Sudah masuk? (ngasih tau aja belum --")
Begini, para pembaca sekalian--yang saya harapkan kalian membacanya sampai tuntas--bahwa sistem pendidikan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia cukup aneh. Aneh dalam artian kita lulus sekolah hanya mendapat satu kali kesempatan. Maksud saya, apakah kalian tidak merasa dirugikan karena sekolah selama bertahun-tahun, dan KALAU kalian tidak mencapai kriteria kelulusan dalam Ujian Nasional yang diadakan sekali--tanpa ujian ulangan--oleh pemerintah pusat, kalian harus mengulang lagi sampai lulus? Pastinya hal tersebut sangat merugikan. Dan begitulah yang terjadi.
Untuk Ujian Nasional tahun ini--2011--jenjang SMP, seperti yang sudah diketahui banyak pelajar bahwa nilai rapor bidang studi dari semester 1 sampai semester 5 telah menjadi pertimbangan juga untuk lulus dari SMP, ini merupakan awal dari perubahan besar yang diharapkan oleh para pelajar.
Dulu, di pertengahan tahun 2010, saat saya sedang sering-seringnya chatting dengan abang sepupu saya yang ada di Yogyakarta, yang baru memasuki semester pertama di Universitas Gajah Mada tepatnya di jurusan Peternakan, pernah mengatakan sesuatu yang sangat menempel di pikiran saya sampai sekarang.
"Yah, sebenernya sistem pendidikan di Indonesia ini udah ngaco. Kalau cuma diambil nilai UN aja, belum tentu mereka itu pinter, karena kemungkinan besar mereka dapet bocoran entah dari mana. Kalau mau yang efektif, satu-satunya cara cuma lihat nilai kesehariannya di sekolahnya, bukan nilai UN nya. Biasanya ada juga orang yang pinter tu grogi pas menghadapi UN, jadi nilainya merosot, walaupun dia itu pinter. Jadi, intinya sistem pendidikan di Indonesia ini udah salah besar."
Saya sangat menyetujui apa yang telah dikatakan oleh abang saya, yang mungkin namanya tidak perlu disebutkan. Dan saya sangat berharap--benar-benar berharap--dengan perubahan cara penilaian kelulusan dan peniadaan ujian ulangan di tahun ini, akan makin membaik di tahun-tahun berikutnya. Dengan begitu, kita semua bisa lulus dengan menatap hasil jerih payah kita selama 6 tahun di bangku SD, serta 3 tahun di bangku SMP dan SMA. Karena, kita semua hampir menjadi lupa dengan kemampuan kita sendiri dikarenakan terlalu sering bekerja sama atau mendapat contekan selama ulangan maupun ujian.
Lagipula, buat apa nilai tinggi-tinggi itu nanti? Mungkin penting bagi yang bercita-cita sebagai guru, profesor, dan profesi yang masih menyangkut beberapa pelajaran selama sekolah. Tapi, kalau berumah tangga nanti, murd-murid perempuan akan tumbuh menjadi seorang ibu rumah tangga, yang sibuk memasak, mencuci, menyapu, mengepel, menyetrika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang anak-anak jaman sekarang hampir tak bisa melakukannya. Dan murid-murid laki-laki akan tumbuh menjadi seorang ayah yang berkewajiban mencari nafkah, serta mengatur seluruh perkembangan rumah tangganya agar tidak menuju jurang yang dalam.
Mungkin inilah pendapat terpenting saya seumur hidup yang dalam paragraf terakhir belum dapat saya lakukan secara maksimal sebagai anak perempuan. Enjoy your day, enjoy your life!
- A.A.M.R
Friday, January 14, 2011
Sistem Pendidikan Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 opinions, critics, and solutions:
Post a Comment